Bahasa Indonesia yang (Terus) Disempurnakan
Bahasa Indonesia, bahasa persatuan kita. Bahasa ini terus-menerus dikembangkan dan disempurnakan. Perkembangan ini penting dipelajari agar kita tidak tertinggal dari perkembangan zaman di era globalisasi ini (gak nyambung). Kecakapan berbahasa juga mencirikan tingkat pendidikan dan status sosial seseorang. Mungkin itulah tujuan diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia kembali di tingkat perguruan tinggi.
Di tingkat perguruan tinggi, khususnya di tempat ane, pelajaran bahasa Indonesia menitikberatkan pada penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam hal penulisan (bukan lisan). Bahasa yang baik berarti sesuai tempat penggunaannya, sedangkan bahasa yang benar berarti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, atau dengan kata lain sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
Namun, saya memiliki beberapa masalah dengan mata kuliah yang satu ini. Salah satunya adalah tidak adanya kaidah baku yang kuat dalam penggunaan bahasa tulisan. Ya, bahkan mereka (para dosen pengajar) yang mengaku berpedoman pada EYD pun berbeda pendapat dalam banyak masalah. Jadi, kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar pun merupakan masalah khilafiyah yang padanya terdapat banyak sekali perselisihan, dan ini adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh banyak orang.
Kalau sudah begitu, yang menjadi korban adalah kami, para mahasiswa. Kenapa? Karena saat ujian, dosen yang mengoreksi jawaban kita bisa jadi menyalahkan jawaban tersebut karena berbeda pendapat dengan dosen pengajar kita. Dengan kata lain, jika yang mengoreksi jawaban bukan dosen yang mengajari kita, kemungkinan jawaban kita tersebut bisa disalahkan. Wallahulmusta’an.
Mungkin penyebab terjadinya perbedaan pendapat antar dosen tersebut adalah begitu cepatnya perkembangan perubahan bahasa Indonesia ini. Mereka yang tidak meng-update kaidah bahasa yang baru akan begitu saja menjadi kuno dan zadul. Bahkan kaidah penulisan karya ilmiah (termasuk skripsi), menurut salah seorang senior, selalu mengalami perubahan setiap tahun.
Yah, inilah repotnya mempelajari sesuatu yang dinamis dan selalu berubah tanpa jelas tujuan pastinya. Mungkin karena inilah kaidah bahasa Indonesia disebut EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Ejaan ini terus menerus disempurnakan dengan perubahan-perubahan tanpa diketahui sampai mana bisa dikatakan “sempurna”. Kita hanya tinggal menunggu munculnya EYSS (Ejaan Yang Sudah Sempurna), sesuatu yang mungkin tidak akan pernah tercapai.
a3u5z1i 1:38 pm on 2 Mei 2009 Permalink |
sabar bang..
Dari SMP dulu juga sering mengalami nasib seperti itu. Bahkan dulu sempet ada guru bahasa indonesia di SMA ane yang berantem gara-gara silang pendapat tentang bahasa “-_-
Para pelajar hanya bisa menonton saja waktu itu…
nurussadad 12:02 am on 3 Mei 2009 Permalink |
Gw dapat A.
Sotoy Mode On.
lhah, mending, tau Contreng kan?
tu bahasa mana?
abrari 4:38 am on 3 Mei 2009 Permalink
Semoga bisa dapet A juga.
Mungkin itu bahasa betawi yg sudah diserap. Bahasa Indonesia kan
kebanyakan serapan.
a3u5z1i 12:56 am on 3 Mei 2009 Permalink |
FYI juga : Ane juga dapat A besar,,, Hehehe,, Tapi sempat hancur di responsi,… Maklum.. Dosen responsinya…. “-_-
East9_21 1:06 pm on 3 Mei 2009 Permalink |
Makanya, karena terjadi hal2 demikian, temen SMA ane pernah bilang, “Pokok bahasan Bahasa Indonesia tuh satu: Relativitas…”
abrari 5:50 am on 4 Mei 2009 Permalink
Relativitas khusus?
Wongbagoes 3:43 pm on 3 Mei 2009 Permalink |
Dari dulu membahasa bahasa Indonesia belum selesai…
abrari 5:52 am on 4 Mei 2009 Permalink
Namanya aja ilmu “yang terus berkembang”
visakana 8:18 am on 4 Mei 2009 Permalink |
lumayan ada mk bhs indo,, buat nulis skripsi,, hiiihihi
abrari 1:04 pm on 4 Mei 2009 Permalink
Ya, memang bermanfaat. Sayangnya, terlalu dinamis dan variatif serta paradoksial.
absolutezeropeople 1:40 am on 5 Mei 2009 Permalink |
kalo tempat gw g da bhasa indonesia brar.
bloksaya 4:35 am on 9 Mei 2009 Permalink |
untungnya, kali ini dosen bahasa Indonesia di kampus saya memiliki kapabilitas yang tidak diragukan lagi, bahkan untuk tingkat nasional. Hal ini terbukti dengan diundangnya beliau untuk menjadi salah satu ahli bahasa yang akan “digunakan” dalam sidang MPR (atau apa pun) pascapemilu ini.
Saya bahkan merasa bahwa beliau pernah menjadi salah satu redaktur SensOpost (meskipun tentunya hal ini sangatlah mustahil) karena kemampuan bahasa Indonesianya yang mirip dengan pemahaman kita selama ini.
Oleh karena itu, saya sedikit banyak merasa “bahagia” mengikuti mata kuliah beliau meskipun saya tetap merasa khawatir akan ujian kami nanti. Beliau tipe dosen yang tidak akan menolerir kesalahan ejaan, tanda baca, dan yang lebih parah, struktur kalimat.
abrari 8:57 am on 9 Mei 2009 Permalink
Cuman satu dosennya? Enak lah. Gak bakal ada khilafiah.
rismaka 1:36 pm on 9 Mei 2009 Permalink |
Semoga saat penulisan skripsi nanti tidak ketemu dengan pembimbing saya di biokimia (sekaligus kadep saat ini) :)
fearlee 8:08 am on 14 Mei 2009 Permalink |
orang-orang yang selalu membahas hal-hal yang banyak tak terpikirkan….
jual madu hutan asli jakarta 1:32 pm on 7 Maret 2014 Permalink |
Walah kalo ane gan malah nilai paling jelek itu bahasa indonesia :D
paket tour bromo 3:42 am on 13 Maret 2014 Permalink |
ringan tapi mantab..